Kepemimpinan dan Papal
Pada 13 Maret 2013, Jorge Mario Bergoglio terpilih menjadi Paus Fransiskus, menjadi Paus ke-266 dan Paus pertama dari benua Amerika. Ia mengambil nama Fransiskus sebagai penghormatan kepada Santo Fransiskus dari Assisi.
Sebelumnya, ia menjabat sebagai Uskup Agung Buenos Aires dari tahun 1998 hingga 2013 dan Kardinal Gereja Katolik Roma Argentina dari tahun 2001 hingga 2013.
Sebagai Paus, Fransiskus dikenal dengan gaya hidup sederhana dan dukungannya terhadap kaum miskin dan marjinal. Ia memilih untuk tinggal di apartemen sederhana daripada di tempat tinggal resmi Vatikan.
Paus Fransiskus dikenal karena pendekatannya yang penuh kasih dan perhatian terhadap masalah sosial. Paus Fransiskus juga aktif dalam diplomasi politik dan advokasi lingkungan.
Profil Paus Fransiskus
Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan
Paus Fransiskus memiliki nama asli Jorge Mario Bergoglio. Paus Fransiskus lahir di Buenos Aires, Argentina, pada 17 Desember 1936. Ia adalah anak dari imigran Italia.
Ayahnya, Mario, bekerja sebagai akuntan di perusahaan kereta api. Sementara ibunya, Regina Sivori, adalah ibu rumah tangga yang berdedikasi merawat lima anak mereka. Bergoglio awalnya menyelesaikan pendidikan sebagai teknisi kimia sebelum memilih jalur imamat.
Pada 1958, Bergoglio memasuki novisiat Ordo Jesuit di Villa Devoto. Ia melanjutkan studi humaniora di Chili dan kembali ke Argentina pada tahun 1963 untuk meraih gelar di bidang filsafat dari Colegio de San José.
Selama 1964 hingga 1966, ia mengajar sastra dan psikologi di dua perguruan tinggi berbeda sebelum melanjutkan studi teologi di Colegio de San José.
Karier Awal dan Kenaikan Jabatan
Pada 13 Desember 1969, Bergoglio ditahbiskan menjadi imam. Ia kemudian mengambil profesi terakhirnya sebagai anggota Jesuit pada tahun 1973.
Setelah itu, ia diangkat sebagai Provinsial Jesuit di Argentina, posisi yang dipegangnya selama enam tahun. Bergoglio melanjutkan karier akademisnya sebagai rektor di Colegio de San José dari tahun 1980 hingga 1986.
Di tahun 1992, ia diangkat sebagai Uskup Tituler Auca dan Asisten Uskup Buenos Aires. Ia menerima tahbisan uskup dari Kardinal Antonio Quarracino pada 27 Mei 1992.
Pada 28 Februari 1998, Bergoglio diangkat sebagai Uskup Agung Buenos Aires setelah kematian Kardinal Quarracino. Tiga tahun kemudian, pada Februari 2001, Paus Yohanes Paulus II mengangkatnya sebagai Kardinal.
Kunjungan Internasional dan Pengaruh Global
Kunjungan internasional pertama Paus Fransiskus dilakukan pada 22 Juli 2013 ke Rio de Janeiro, Brasil, untuk merayakan Hari Pemuda Dunia. Selama kunjungannya, ia dikenal dengan sikapnya yang dekat dengan rakyat dan keterbukaannya dalam mengungkapkan pandangannya mengenai isu-isu sosial seperti homoseksualitas.
Pada September 2013, Paus Fransiskus mengadakan vigil khusus di Lapangan Santo Petrus untuk doa perdamaian bagi Suriah. Tiga bulan berselang, lebih tepatnya pada Desember 2013, Paus Fransiskus dinyatakan sebagai Person of the Year oleh majalah Time.
Pada 2014, ia dinominasikan untuk Hadiah Nobel Perdamaian. Paus Fransiskus terus melanjutkan misinya untuk menyebarkan pesan cinta dan kedamaian di seluruh dunia, termasuk kunjungan ke Asia pada musim panas 2014 dan penekanan pada reformasi gereja untuk menjadikannya lebih inklusif dan relevan.
Demikian informasi lengkap mengenai profil Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Katolik yang berkunjung ke Indonesia. Semoga bermanfaat!
Paus (dari bahasa Belanda: paus; bahasa Latin: papa dari bahasa Yunani: πάππας pappas,[1] "ayah")[2] sejatinya adalah Uskup Roma, yang menjadi pemimpin Gereja Katolik di seluruh dunia. Menurut Gereja Katolik, keutamaan Uskup Roma tersebut terutama berasal dari peranannya sebagai "penerus Santo Petrus", yang disebut sebagai "Uskup Roma pertama". Petrus sendiri mendapatkan keutamaannya dari Yesus sendiri, yaitu saat Ia memberikan kunci Kerajaan Surga dan kuasa untuk "mengikat dan melepaskan", serta menamainya "batu karang" dan di atasnya Gereja akan didirikan (Matius 16:18–19). Paus saat ini adalah Paus Fransiskus, yang terpilih pada tanggal 13 Maret 2013.[3]
Dalam kapasitasnya sebagai pemimpin spiritual, jabatan dan pemerintahan Paus disebut "kepausan" atau "pontifikat", sementara yurisdiksi takhta episkopal Paus disebut "Takhta Suci" atau "Takhta Apostolik".[4][5] Lalu dalam kapasitasnya sebagai pemimpin sekuler, Paus merupakan kepala negara dari Negara Kota Vatikan, sebuah negara berdaulat yang seluruh wilayahnya terkurung di dalam Kota Roma, Italia.[6]
Berdasarkan Tradisi Suci, takhta apostolik Roma didirikan oleh Rasul Petrus dan Paulus. Takhta kepausan merupakan salah satu lembaga yang paling bertahan lama di dunia dan telah menjadi suatu bagian penting dalam sejarah dunia.[7] Para paus pada zaman kuno membantu dalam hal penyebaran Kekristenan dan penyelesaian berbagai perselisihan doktrinal.[8] Pada Abad Pertengahan, mereka memainkan suatu peranan dalam kepentingan sekuler di Eropa Barat, biasanya bertindak sebagai penengah atau arbiter di antara para penguasa monarki Kristen.[9][10][11] Pada zaman modern, selain menyebarkan iman dan doktrin Kristen, Paus terlibat dalam oikumenisme dan dialog antaragama, karya sosial, serta pembelaan terhadap hak asasi manusia.[12][13]
Paus dianggap sebagai salah satu orang yang paling berpengaruh di dunia karena pengaruh budaya dan diplomatik yang dimilikinya.[14][15][16] Pada beberapa periode tertentu, para paus, yang awalnya tidak memiliki kekuasaan sekuler, mengumpulkan suatu kekuasaan besar yang mampu menandingi kekuasaan para penguasa sekuler. Namun dalam beberapa abad terakhir, para paus secara bertahap dipaksa untuk melepaskan kekusaaan temporal kepausan, dan saat ini jabatan pontifikat utamanya lebih berfokus pada persoalan keagamaan.[8] Oleh karena demikian, kekuasaan Paus sebagai pemimpin spiritual semakin tegas dinyatakan beberapa abad terakhir ini, yang berpuncak pada tahun 1870, dengan dikeluarkannya pernyataan dogma infalibilitas Paus untuk kesempatan-kesempatan yang sangat jarang ketika Paus berbicara secara ex cathedra (secara harfiah berarti "dari takhta") saat mengeluarkan suatu definisi formal terkait iman atau moral.[8]
Kata paus berasal dari kata Yunani πάππας yang berarti "ayah" atau "bapa". Pada abad-abad awal Kekristenan, gelar ini diterapkan—terutama di timur—untuk semua uskup[17] dan klerus senior lainnya; kemudian menjadi direservasi di barat untuk menyebut Uskup Roma, suatu reservasi yang baru dinyatakan resmi pada abad ke-11.[18][19][20][21][22] Catatan paling awal seputar penggunaan gelar ini adalah berkenaan dengan Patriark Aleksandria pada saat itu, yakni Paus Heraclas dari Aleksandria (232–248).[23] Catatan penggunaan yang paling awal atas gelar "paus" (pope) dalam bahasa Inggris yaitu pertengahan abad ke-10, ketika digunakan untuk mengacu kepada Paus Vitalianus dalam sebuah terjemahan Inggris Lama Historia ecclesiastica gentis Anglorum karya Beda.[24]
Gereja Katolik mengajarkan bahwa jabatan pastoral tersebut, yakni tugas penggembalaan Gereja, yang dahulu dilakukan oleh para rasul sebagai satu kelompok atau "kolegium" dengan Santo Petrus sebagai kepala mereka, sekarang dipegang oleh para penerus mereka, yaitu para uskup, dengan uskup Roma (paus) sebagai kepala mereka.[25]
Menurut Gereja Katolik, Yesus secara pribadi mengangkat Petrus sebagai pemimpin Gereja dan dalam konstitusi dogmatis Lumen gentium yang dikeluarkannya disebutkan suatu perbedaan yang jelas antara para rasul dan para uskup; di dalamnya dinyatakan bahwa para uskup adalah penerus para rasul dengan paus sebagai penerus Petrus, dalam hal ini ia adalah kepala para uskup sebagaimana Petrus adalah kepala para rasul.[26] Beberapa sejarawan berpendapat bahwa gagasan mengenai Petrus adalah uskup pertama Roma dan mendirikan takhta episkopal di sana hanya dapat ditelusuri kembali hingga abad ke-3.[27] Tulisan-tulisan dari Ireneus, salah seorang Bapa Gereja, yang menulis pada sekitar tahun 180 M mencerminkan suatu keyakinan bahwa Petrus "mendirikan dan mengorganisir" Gereja di Roma.[28] Ireneus dipandang bukan sebagai orang pertama yang menuliskan kehadiran Petrus dalam Gereja Roma awal mula. Klemens dari Roma menuliskan sebuah surat kepada jemaat di Korintus, ca 96,[29] mengenai penganiayaan umat Kristen di Roma sebagai "perjuangan pada zaman kita" dan menyajikan kepada jemaat Korintus para pahlawannya, "pertama-tama, para pilar yang paling benar dan terbesar", "para rasul yang baik" Petrus dan Paulus.[30] Ignatius dari Antiokhia menulis tidak lama setelah Klemens dan dalam suratnya dari kota Smirna kepada jemaat Roma ia mengatakan bahwa ia tidak memberikan perintah-perintah kepada mereka sebagaimana yang Petrus dan Paulus lakukan.[31] Karena hal ini dan bukti lainnya, banyak akademisi sepakat bahwa Petrus menjadi martir di Roma dalam pemerintahan Nero, kendati beberapa akademisi berpendapat bahwa ia mungkin menjadi martir di Palestina.[32][33][34]
Kalangan Protestan berpendapat bahwa Perjanjian Baru tidak memberikan bukti kalau Yesus mendirikan kepausan ataupun menetapkan Petrus sebagai uskup pertama Roma.[35] Kalangan lain, dengan menggunakan kata-kata Petrus sendiri, berpendapat bahwa Yesus memaksudkan diri-Nya sendiri sebagai fondasi Gereja dan bukan Petrus.[36][37] Kalangan lainnya lagi berpendapat bahwa Gereja tidak hanya dibangun di atas dasar iman dan Yesus, tetapi juga di atas para murid—meski bukan Petrus semata-mata—sebagai akar dan fondasi Gereja sesuai dengan ajaran Paulus dalam Surat Roma dan Efesus.[38][39]
Masing-masing komunitas Kristen pada abad pertama memiliki sekelompok presbyter-bishops (uskup jamak) yang berfungsi sebagai para pemimpin gereja setempat mereka. Secara bertahap, episkopal terbentuk di daerah-daerah metropolitan.[40] Antiokhia mungkin telah mengembangkan struktur demikian sebelum Roma.[40] Di Roma, terdapat banyak orang yang mengaku sebagai uskup yang sah meskipun sekali lagi Ireneus menekankan keabsahan satu rangkaian uskup dari masa St. Petrus hingga Paus Viktor I yang hidup pada zaman yang sama dengannya, dan Ireneus membuat daftar tersebut.[41] Beberapa penulis mengklaim bahwa timbulnya seorang uskup tunggal di Roma mungkin tidak terjadi sampai pertengahan abad ke-2. Dalam pandangan mereka, Linus, Kletus, dan Klemens mungkin merupakan presbyter-bishops yang terkemuka tetapi belum tentu uskup tunggal.[27]
Dokumen-dokumen dari abad ke-1 dan awal abad ke-2 menunjukkan bahwa Takhta Suci memiliki semacam superioritas dan arti penting dalam Gereja secara keseluruhan, walaupun detail tentang makna hal ini sangat tidak jelas pada periode tersebut.[42]
Pada awal mula tampaknya penggunaan istilah "episcopos" dan "presbyter" dapat saling dipertukarkan.[43] Konsensus di antara para akademisi yaitu, pada pergantian abad ke-1 dan ke-2, jemaat-jemaat setempat dipimpin oleh para uskup dan para presbiter dengan jabatan yang saling tumpang tindih atau tidak dapat dibedakan.[44] Beberapa kalangan mengatakan bahwa kemungkinan "tidak ada satu pun uskup 'monarkis' tunggal di Roma sebelum pertengahan abad ke-2...dan mungkin belakangan."[45] Para akademisi dan sejarawan lainnya tidak setuju, mereka mengutip catatan-catatan sejarah dari St. Ignatius dari Antiokhia (wafat tahun 107) dan St. Ireneus yang mencatat suksesi linier Uskup Roma (para paus) sampai pada masa mereka sendiri. Mereka juga mengutip arti penting Uskup Roma di dalam berbagai konsili ekumenis, termasuk semua yang paling awal.[46]
Pada era Kristen awal, Roma dan beberapa kota lain memiliki klaim atas kepemimpinan Gereja di seluruh dunia. Yakobus yang Adil, dikenal sebagai "Saudara Tuhan", berperan sebagai kepala gereja Yerusalem yang hingga kini masih dihormati sebagai "Gereja Ibu" dalam tradisi Ortodoks. Aleksandria pernah menjadi suatu pusat pembelajaran Yahudi dan menjadi salah satu pusat pembelajaran Kristen. Roma memiliki jemaat yang besar pada awal periode apostolik yang dibahas Rasul Paulus dalam Surat kepada Jemaat di Roma yang ditulisnya, dan menurut tradisi Paulus menjadi martir di sana.[butuh rujukan]
Selama abad pertama Gereja (ca 30–130), ibu kota Romawi tersebut menjadi diakui sebagai suatu pusat Kekristenan yang luar biasa penting. Klemens I, pada akhir abad ke-1, menulis sebuah surat kepada Gereja di Korintus Kuno untuk campur tangan dalam suatu perselisihan besar, dan ia meminta maaf karena tidak bertindak lebih awal.[47] Namun hanya ada beberapa referensi lain dari masa tersebut terkait pengakuan atas keutamaan otoritatif Takhta Roma di luar Roma. Dalam Dokumen Ravenna tanggal 13 Oktober 2007, para teolog yang dipilih oleh Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur menyatakan: "41. Kedua belah pihak setuju...bahwa Roma, sebagai Gereja yang 'menjalankan kepemimpinan dalam kasih', sesuai dengan ungkapan dari St. Ignatius dari Antiokhia,[48] menduduki tempat pertama dalam taxis, dan bahwa uskup Roma karenanya adalah protos di antara para patriark. Bagaimanapun kedua belah pihak tidak bersepakat mengenai interpretasi bukti sejarah dari era ini terkait hak prerogatif Uskup Roma sebagai protos, suatu hal yang sudah dipahami dengan cara-cara berbeda pada milenium pertama."[butuh rujukan]
Pada akhir abad ke-2 M, terdapat lebih banyak perwujudan otoritas Roma atas gereja lainnya. Pada tahun 189, penegasan terhadap keutamaan Gereja Roma dapat diindikasikan dalam Melawan Ajaran Sesat (3:3:2) karya Ireneus: "Dengan [Gereja Roma], karena asal usul superioritasnya, semua gereja harus sependapat...dan di dalam dirinya umat beriman di mana-mana telah memelihara tradisi apostolik." Pada tahun 195 M, Paus Viktor I mengekskomunikasi para penganut Kuartodesimanisme karena merayakan Paskah pada tanggal 14 Nisan, tanggal Paskah Yahudi, suatu tradisi yang diwariskan oleh Yohanes Penginjil (lih. kontroversi Paskah). Tindakan ini dipandang sebagai salah satu praktik pelaksanaan otoritas Roma atas gereja lainnya. Perayaan Paskah pada hari Minggu, sebagaimana ditegaskan oleh paus tersebut, adalah sistem yang telah berlaku (lih. computus).[butuh rujukan]
Maklumat Milano (323) memberikan kebebasan beragama bagi masyarakat di Kekaisaran Roma, memulai masa damai Gereja. Pada tahun 325, Konsili Nikea I mengutuk Arianisme dan pada kanon keenam konsili tersebut mengakui peran khusus takhta Roma, Aleksandria dan Antiokia. Pada tahun 380, kekristenan Nikea diumumkan sebagai agama resmi Kekaisaran Roma dan "Kristen Katolik" memiliki makna pengikut aliran ini. Ketika gereja-gereja timur dikuasai oleh otoritas sipil sehingga Patriark Konstantinopel memiliki kekuasaan kuat di Timur, Uskup Roma di Barat berhasil mengkonsolidasikan pengaruh dan kekuatan yang dimiliki. Setelah kejatuhan Kekaisaran Roma Barat, kaum barbar memeluk Katolik; Clovis I, raja kaum Frank, merupakan pemegang kekuasaan barbar pertama yang memeluk Katolik, bukan Arianisme, sehingga bersekutu dengan Paus. Suku lainnya, seperti Visigoth, meninggalkan Arianisme dan memeluk Katolik.
Setelah kejatuhan Roma, paus menjadi sumber otoritas dan kesinambungan. Gregorius Agung (540–604) memberlakukan referomasi ketat. Berasal dari keluarga senator, Gregorius bekerja dengan keputusan yang bijak dan disiplin seperti pada masa Romawi kuno. Secara teologis, karya Gregorius menunjukkan perubahan cara pandang klasik menuju pertengahan yang ditandai dengan keajaiban dramatis, relikui, setan, malaikat, hantu dan akhir dunia.
Penerus Gregorius pada umumnya didominasi oleh Eksarkh Ravenna, wakil kaisar Byzantium di Italia. Penghinaan, lemahnya kekaisaran dalam menghadapi perluasan muslim dan ketidakmampuan kaisar dalam melindungi Negara Gereja dari kaum Langobardi membuat Paus Stefanus II berpaling dari Kaisar Konstantin V kepada kaum Frank. Pippin Pendek menaklukan kaum Langobardi dan memberikan tanah Italia kepada kepausan. Ketika Leo III memahkotakan Karolus Agung, preseden bahwa seseorang tidak akan menjadi kaisar tanpa pemahkotaan oleh paus dimulai.
Sejak abad ke-7, kaum monarki di Eropa terbiasa untuk membangun gereja dan menempatkan imam-imam di tanah mereka yang menyebabkan meningkatnya korupsi dari kaum tertahbis. Praktik lumrah ini terjadi akibat umumnya wali gereja dan penguasa sekuler berperan dalam kehidupan publik. Untuk melawan praktik korupsi yang meluas di gereja ketika tahun 900 – 1050, berbagai tempat, salah satunya Biara Cluni yang pengaruhnya tersebar luas, mendorong terjadinya pembaruan gereja. Paus Gregorius VII menetapkan berbagai peraturan, yang dikenal sebagai Reformasi Gregorius, untuk melawan tindakan-tindakan simoni dan penyalahgunaan kekuasaan sipil dan mendorong disiplin gereja termasuk selibat. Konflik antara paus dan penguasa-penguasa sekuler seperti Kaisar Kekaisaran Romawi Suci Henry IV dan Henry I dari Inggris, yang dikenal sebagai Kontroversi Pentahbisan, yang diselesaikan pada tahun 1122 oleh Konkordrat Worms dengan dekret paus bahwa para tertahbis ditabhiskan oleh pemimpin gereja dan dilantik oleh para penguasa sekuler. Tidak lama kemudiaan, Paus Alexander III memulai serangkaian pembaruan yang berakhir pada penetapan dari Hukum Kanonik.
Sejak awal abad ke-7, kekalifahan telah menguasai Mediterania Selatan dan mengancam kekristenan. Pada tahun 1095, kaisar Byzantine, Alexios I Komnenos, meminta bantuan militer kepada paus Urban II dalam menghadapi invasi Muslim. Urban, pada Konsili Klermon, memulai Perang Salib I untuk membantu Byzantine mendapatkan kembali wilayah Kekristenan kuno, termasuk Yerusalem.
Tahun 867–1049 merupakan titik terendah jabatan pontifikat. Pemerintahan pontifikat dikontrol oleh berbagai fraksi politik. Para paus ditahan, dibunuh dan diturunkan dengan paksa. Beberapa keluarga mendominasi jabatan Paus selama 50 tahun. Bahkan, paus Yohanes XII mengadakan pesta pora di Lateran. Kaisar Otto I dari Jerman berhasil menuduh paus Yohanes XII ke pengadilan gerejawi yang menurunkannya dari takhta dan memilih paus Leo VIII seorang awam, walaupun usaha ini gagal. Konfik antara paus dan kaisar Kekaisaran Romawi Suci berlanjut serta tindakan simoni berlanjut dan semakin terbuka.
Pada tahun 1049, paus Leo IX terpilih dan menghadapi masalah-masalah kepausan dan gereja. Paus Leo IX mengunjungi berbagai kota di Eropa untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dialami oleh gereja. Hal ini memulihkan prestise kepausan di Eropa Utara.
Gereja Timur dan Barat resmi berpisah pada tahun 1054. Perpecahan ini lebih disebabkan oleh pengaruh politik dibandingkan perbedaan kepercayaan. Paus telah membuat marah kaisar (Byzantium) dengan beraliansi dengan raja Frank, memahkotai rival kaisar Roma (memahkotai kaisar Kekaisaran Romawi Suci), mengambil Eksarkh Ravenna dan memasuki Italia Yunani (Italia Selatan).
Pada abad pertengahan, paus berebut kekuasaan dengan para raja.
Pada tahun 1309 sampai 1377, paus bertempat tinggal di Avignon (sekarang di Prancis) bukan di Roma. Kepausan Avignon tercatat akan kerakusannya dan korupsi. Selama masa ini, paus secara efektif merupakan sekutu dari Prancis dan meng-'asing'-kan musuh Prancis, seperti Inggris.
Paus pada awalnya dipahami memiliki kekuatan untuk menarik 'harta' dari para santo dan Kristus, sehingga paus dapat memberikan indulgensia, mengurangi waktu seseorang dalam Purgatorium. Konsep denda atau sumbangan yang diiringi dengan penyesalan, pengakuan dan doa menimbulkan asumsi umum bahwa indulgensia didasarkan pada kontribusi materi secara sekilas. Paus mengecam kesalahpahaman dan penyalahgunaan namun terlalu tertekan oleh pemasukkan untuk mengendalikan indulgensia.
Para paus berebut kekuasaan dengan para kardinal, yang mencoba menetapkan otoritas konsili atas paus. Teori konsiliar menyatakan bahwa otoritas tertinggi berada pada konsili ekuminis/umum bukan paus. Dasar teori ini muncul pada awal abad ke-13 dan memuncak pada abad ke-15. Kegagalan teori konsiliar untuk mendapatkan pengakuan luas setelah abad ke-15 merupakan faktor pendorong terjadinya Reformasi Protestan.
Antipaus telah mengugat otoritas Paus, terutama pada masa skisma Barat (1378–1417). Pada skisma ini, pontifikat telah kembali ke Roma dari Avignon, namun seorang Antipaus tetap menjabat di Avignon, seolah-olah untuk menentang pemerintahan pontifikat yang ada.
Gereja timur terus melemah seiring melemahnya kekuatan Byzantine yang ikut melemahkan klaim kesetaraan Konstantinopel terhadap Roma. Kaisar Byzantine telah dua kali memaksa reunifikasi gereja-gereja timur dengan Paus. Klaim superioritas Paus merupakan masalah utama dalam reunifikasi yang menyebabkan kegagalan dalam berbagai kesempatan reunifikasi. Pada abad ke-15, Turki merebut Konstantinopel, sehingga mengakhiri usaha reunifikasi dari gereja-gereja timur dengan Paus selama beberapa abad.
Pada umumnya, reformator protestan mengkritik Paus sebagai institusi yang korup dan mengkarakterkan paus sebagai seorang anti-kristus. Paus kemudian membentuk Reformasi Katolik (1560–1648) sebagai jawaban atas Reformasi Protestan dan menetapkan reformasi internal. Konsili Trento, dimulai oleh Paus Paulus III, memuat doktrin dan reformasi yang menjaga keutamaan paus atas faksi-faksi gereja yang berusaha untuk membentuk konsiliasi dengan protestan dan penolak otoritas paus. Secara umum, keutamaan Petrus, yang menjadi dasar keutamaan Paus, merupakan doktrin yang kontroversial yang tetap memisahkan gereja-gereja Barat dan Timur serta Protestan.
Paus secara perlahan menyerahkan kekuatan temporalnya dan berfokus kepada isu spiritual. Pada 1870, Konsili Vatikan I memproklamasikan dogma infallibilitas paus untuk kesempatan yang sangat jarang paus secara ex cathedra ketika mengumumkan definisi luhur dari kepercayaan dan moral. Pada akhir tahun yang sama, Victor Emmanuel II berhasil merebut Roma dari pemerintahan Paus dan berhasil menyatukan Italia. Pada 1929, Perjanjian Lateran antara Italia dan Takhta Suci mendirikan negara Vatikan yang menjamin kemerdekaan Paus dari kekuasaan sekuler. Pada 1950, paus menetapkan "Maria diangkat ke Surga" sebagai dogma yang diumumkan secara ex cathedra sejak infabilitas Paus diumumkan.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa dalam komunitas Kristen, para uskup sebagai satu himpunan telah menggantikan himpunan para rasul (suksesi apostolik) dan Uskup Roma telah menggantikan Santo Petrus.[49]
Beberapa teks Kitab Suci yang diajukan untuk mendukung posisi khusus Petrus dalam kaitannya dengan Gereja misalnya:
"Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Matius 16:18-19)
"Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu." (Lukas 22:31-34)
"Gembalakanlah domba-domba-Ku." (Yohanes 21:17)
Kunci-kunci simbolis dalam lambang kepausan merujuk kepada frasa "kunci Kerajaan Surga" yang tertulis dalam teks pertama di atas. Beberapa penulis Protestan berpendapat bahwa "batu karang" yang dibicarakan oleh Yesus dalam teks ini adalah Yesus sendiri atau iman yang diungkapkan oleh Petrus.[50][51][52][53][54][55] Gagasan ini dilemahkan oleh penggunaan kata "Kefas" dalam Alkitab, yang merupakan bentuk maskulin dari "batu" dalam bahasa Aram untuk mendeskripsikan Petrus.[56][57][58] Encyclopædia Britannica menuliskan bahwa, "konsensus sebagian besar akademisi saat ini adalah bahwa pemahaman yang paling jelas dan tradisional seharusnya ditafsirkan, yaitu, kalau batu mengacu kepada pribadi Petrus."[59]
Pada mulanya, para paus dipilih oleh imam-imam senior di dalam dan dekat kota Roma. Pada 1059, pemilih dibatasi hanya oleh kardinal dari Gereja Katolik dan suara individu dari semua kardinal-elektor disamakan pada 1179. Pemilih sekarang dibatasi kepada kardinal yang belum mencapai usia 80 tahun pada hari sebelum kematian atau pengunduran diri paus. Karena seorang paus adalah Uskup Roma, calon paus haruslah orang yang dapat ditabiskan menjadi uskup, yakni para laki-laki Katolik yang telah dibaptis. Paus terakhir terpilih yang tidak status uskup saat itu adalah Paus Gregorius XVI pada tahun 1831, bahkan bukan tertabis adalah Paus Leo X pada tahun 1513, sedangkan paus bukan Kardinal terakhir yang terpilih adalah Paus Urban VI pada tahun 1378. Jika seseorang yang terpilih bukan merupakan seorang Uskup, dirinya haruslah ditabhiskan sebagai seorang Uskup sebelum pemilihannya diumumkan.
Konsili Lyon Kedua pada 7 Mei 1274 dilakukan untuk mengatur pemilihan paus. Konsili tersebut memutuskan bahwa kardinal-elektor haruslah berkumpul dalam waktu 10 hari setelah kematian paus dan tetap terisolir sampai dengan terpilihnya paus yang terpilih yang diputuskan akibat sede vacante selama tiga tahun akibat kematian Paus Clement IV pada 1268. Pada pertengahan abad XVI, proses pemilihan telah berubah menjadi bentuk kini yang mengizinkan variasi waktu antara kematian paus dan berkumpulnya pada kardinal-elektor.
Secara tradisi, pemilihan dilakukan secara aklamasi, seleksi komite atau pemungutan suara. Aklamasi merupakan prosedur yang paling sederhana, hanya disampaikan dengan suara dan digunakan terakhir pada 1621. Paus Yohanes Paulus II menghapuskan pemilihan melalui aklamasi dan seleksi komite dan sehingga pemilihan dilakukan dengan pemungutan suara melalui surat suara oleh Kolegium Kardinal.
Pemilihan paus hampir selalu dilakukan di Kapel Sistina di dalam pertemuan tertutup yang disebut konklaf (disebut demikian akibat kardinal-elektor secara teori dikunci, cum clave, yakni dengan kunci, sampai mereka memilih paus baru). Tiga kardinal dipilih dengan undian untuk mengumpulkan suara dari kardinal-elektor yang tidak hadir (karena sakit), tiga kardinal dipilih dengan undian untuk menghitung jumlah suara dan tiga kardinal dipilih dengan undian untuk meninjau perhitungan suara. Surat suara dibagikan dan setiap kardinal-elektor menulis nama pilihanya di kertas tersebut dan berjanji dengan suara keras bahwa dirinya memilih untuk "seseorang di bawah Tuhan yang saya pikir akan terpilih" sebelum melipat dan menaruh surat suaranya di atas lempengan di atas kaliks besar yang ditempatkan di altar. Kemudian nampan itu digunakan untuk menaruh surat suara ke dalam kaliks sehingga mempersulit pemilih memasukkan beberapa surat suara. Sebelum dibacakan, surat suara dihitung dalam posisi terlipat. Jika jumlah surat suara tidak sama dengan jumlah pemilih, semua surat suara dibakar dalam keadaan tertutup dan pemilihan ulang dilakukan. Selanjutnya surat suara dibacakan dengan keras oleh kardinal yang memimpin pemilihan dan membolong surat suara dengan jarum dan benang yang membuat semua surat suara terikat untuk menjaga akurasi dan kejujuran. Pemungutan suara dilakukan sampai dengan terpilihnya seseorang dengan dua-per-tiga suara.
Peraturan yang mengatur mengenai papal interregnum yaitu sede vacante dipromulgasikan oleh Paus Yohanes Paulus II pada dokumen Universi Dominici Gregis pada tahun 1996. Selama periode sede vacante, Kolegium Kardinal secara bersama-sama bertanggung jawab atas pengaturan Gereja dan Vatikan dibawah panduan dari Karmelengo Gereja Katolik. Namun, hukum kanonik melarang para kardinal untuk menetapkan inovasi baru di pengaturan Gereja selama masa sede vacante. Setiap keputusan yang memerlukan persetujuan oleh paus haruslah menunggu terpilihnya dan menjabatnya paus baru.
Pada abad-abad terakhir, ketika paus diputuskan telah meninggal, sebuah tradisi yang dilakukan oleh kardinal-chamberlain adalah memastikan kematian paus dengan cara mengetuk kepala paus tiga kali dengan palu perak dan memanggil namanya setiap palu diketukan. Tradisi tersebut tidak dilakukan pada kematian Paus Yohanes Paulus I dan Paus Yohanes Paulus II. Kemudian kardinal bendahara mengambil cincin nelayan paus dan memotongnya menjadi dua di depan para kardinal. Kemudian cap kepausan dirusak agar tidak dapat digunakan kembali dan kediaman resmi Paus disegel.
Jasad paus kemudian dibaringkan untuk masa penghormatan terakhir sebelum disemayamkan pada crypt (kubur) dari gereja utama atau katedral. Semua paus pada abad ke-20 dan 21 disemayamkan di Basilika Santo Petrus. Masa perkabungan selama sembilan hari (novendialis) kemudian mengikuti.
Paus terakhir yang mengundurkan diri adalah Paus Benediktus XVI pada tahun 2013. Kitab Hukum Kanonik (KHK) Tahun 1983 menyatakan bahwa pengunduran diri Paus dapat saja terjadi.
"Apabila Paus mengundurkan diri dari jabatannya, untuk sahnya dituntut agar pengunduran diri itu terjadi dengan bebas dan dinyatakan semestinya, tetapi tidak dituntut bahwa harus diterima oleh siapapun." (KHK 1983, Kanon 332 § 2)
Gelar resmi Paus, sesuai dengan yang tercantum pada Annuario Pontificio, adalah: Uskup Roma, Wakil Yesus Kristus, Pengganti Pangeran Para Rasul, Imam Agung Gereja Katolik, Primat Itali, Uskup Agung dan Metropolit Provinsi Roma, Kepala Negara Vatikan, Hamba dari hamba Allah. Gelar yang terkenal, Paus, tidak muncul dalam gelar resmi, tetapi pada umumnya muncul pada judul dokumen gereja dan muncul dalam tanda tangan dalam bentuk singkatan. Jadi, Paus Paulus VI menandatangani dokumen dengan "Paulus PP. VI" dengan PP. merupakan singkatan dari "Papa" ("Paus").
"Wakil Yesus Kristus" (Vicarius Iesu Christi) merupakan salah satu gelar pada Annuario Pontifico yang umumnya digunakan dalam bentuk singkat "Wakil Kristus" (Vicarius Christi). Walaupun menggunakan kata "wakil", gelar paus ini menunjukkan "keutamaan kepala Gereja di bumi yang membawa keutamaan misi Kristus dan kekuasaan yang diturunkan dari paus" yang ditunjukkan oleh dasar-dasar takhta Petrus.
Catatan pertama penerapan gelar ini tertulis pada sebuah sinode pada tahun 495 dengan merujuk pada Paus Gelasius I. Namun, pada masa tersebut sampai dengan abad ke-9, para uskup menyebut dirinya sebagai wakil Kristus. Pada abad ke-5 dan ke-6, gelar ini dapat merujuk kepada raja dan hakim, terutama kaisar Byzantine. Pada masa abad ke-3, gelar ini oleh Tertullian digunakan untuk menyebut Roh Kudus. Gelar spesifik untuk paus digunakan pada abad ke-13 sesuai reformasi dari Paus Innocentius III yang dapat dilihat pada suratnya kepada Leo I, raja Armenia.
Wakil Kristus dapat saja merujuk kepada para uskup, tidak hanya para paus. Hal ini digunakan pada Konsili Vatikan II sehingga para uskup disebut vicar dan ambassador dari Kristus. Hal ini juga diulang pada ensiklik Ut unum sint oleh Paus Yohanes Paulus II. Namun, gelar wakil Kristus yang disematkan pada uskup berbeda dengan gelar wakil Kristus yang disematkan pada paus yakni gelar pada uskup berarti terhadap gereja lokal namun pada paus berarti gereja secara keseluruhan.
"Imam Agung / Imam Besar" merupakan salah satu gelar yang digunakan oleh paus. Gelar paus ini juga disebut sebagai pontiff yang berasal dari bahasa Latin disebut pontifex bermakna secara leterik sebagai "pembangun jembatan" (pons + facere) dan merupakan anggota dari kolegium utama imam pada masa Romawi kuno. Kata pontifex dimaknai dalam Bahasa Yunani dengan kata ἱεροδιδάσκαλος (ierodidáskalos), ἱερονόμος (ieronómos), ἱεροφύλαξ (ierofýlax), ἱεροφάντης (ierofánti̱s), dan ἀρχιερεύς (archieréf̱s). Kepala dari kolegium tersebut disebut Pontifex Maximus (Pontiff terbesar).
Dalam kekristenan, kata pontifex muncul pada terjemahan Vulgata dari Perjanjian Baru untuk menyatakan imam agung Yahudi (dalam bahasa Yunani, ἀρχιερεύς). Pada mulanya, gelar ini dipergunakan untuk para uskup Kristen, namun menyempit maknanya pada abad ke-11 untuk uskup Roma yang dikatakan "Pontiff Roma". Penggunaan kata yang lama tercermin dalam istilah "Pontifikal Roma", yaitu sebuah buku yang berisi ritus khusus uskup, dan "Pontifikal" (insignia dari uskup).
Annuario Pontificio menulis bahwa salah satu gelar dari paus adalah Summus Pontifex Ecclesiae Universalis yang dapat diterjemahkan menjadi "Uskup Tertinggi/Imam Agung dari Gereja Universal". Para paus juga dapat disebut Summus Pontifex yang berarti "Imam Agung yang Berdaulat".
Pontifex Maximus yang memiliki arti serupa dengan Summus Pontifex, adalah gelar yang umum ditemukan pada inskripsi di bangunan, lukisan, patung dan koin kepausan, yang umumnya disingkat menjadi "Pont. Max" atau "P.M." Jabatan Pontifex Maximus dipegang oleh Julius Caesar dan selanjutnya, Kaisar Roma, sampai Gratian (375–383) menghapusnya. Tertulian, ketika ia masih seorang Montanis, menggunakan kata ini untuk mengejek paus maupun uskup Kartago. Para paus menggunakan gelar ini secara tetap pada abad ke-15.
Walaupun deskripsi ini telah digunakan oleh berbagai pemimpin Gereja yang lain, seperti St. Agustinus dan St. Benediktus, gelar "hamba segala hamba Allah" pertama kali dipergunakan oleh Paus Gregorius Agung sebagai tanggapan untuk merendah atas Patriarkh Konstantinopel Yohanes IV yang menggunakan gelar Patriarkh Ekuminis. Gelar ini kemudian menyempit penggunaannnya kepada paus pada abad ke-12.
Dari 1863 sampai 2005, Annuario Pontifico mencantumkan gelar Patriark Barat. Gelar ini digunakan pertama kali oleh Paus Theodorus I pada tahun 642 dan dipergunakan secara kadang kala. Pada 22 Maret 2006, Vatikan mengeluarkan pernyataan menjelaskan penghapusan gelar ini dengan dasar mengungkapkan "realitas historis dan teologis" dan "menjadi berguna untuk dialog ekumenis". Gelar ini menunjukkan hubungan khusus dan yurisdiksi antara gereja Latin dan paus. Penghapusan gelar ini tidak menunjukkan perubahan hubungan antara Takhta Suci dan Gereja-Gereja Timur yang telah diumumkan oleh Konsili Vatikan II. Namun pada tahun 2024, Paus Fransiskus memutuskan untuk mengembalikan gelar “Patriark Barat,” yang sebelumnya telah dihapus oleh Paus Benediktus XVI pada tahun 2006. Keputusan ini diambil untuk menegaskan kembali pentingnya hubungan tersebut dalam konteks modern.
Gelar lainnya yang dipergunakan kepada paus adalah "Bapa Suci" dalam Bahasa Indonesia.
Wikimedia Commons memiliki media mengenai
Kepala negara dan pemerintahan Eropa
Nationalgeographic.co.id—Vatikan hanyalah sebuah negara kota kecil seluas 44 hektare. Letak negara teokrasi merdeka itu pun enklaf di tengah Kota Roma, Italia. Meski memiliki kepala pemerintahan berupa presiden, kedaulatan tertingginya dipegang Paus yang juga memimpin Gereja Katolik di seluruh dunia.
Paus bisa diangkat setelah proses pemilihan panjang yang dilakukan oleh para kardinal. Ketika hendak memilih Paus, tidak ada pencalonan yang merujuk satu atau dua tokoh seperti pada pemilihan presiden di negara-negara lain. Para kardinal akan memungut suara dengan mencantumkan kandidat pilihannya masing-masing dari sesama kardinal.
Tidak mudah bagi seseorang untuk menjadi Paus. Di era modern ini, Paus tidak hanya sekadar pemimpin umat Katolik di seluruh dunia, namun juga punya pengaruh kuat dalam diplomasi dan budaya.
Siapa Paus pertama dalam sejarah Katolik?
Paus, dalam bahasa Indonesia, diserap dari bahasa Belanda yang punya bunyi yang sama. Istilah ini diambil dari bahasa Latin papa yang berarti bapa atau "ayah".
Pelbagai ahli punya pendapat berbeda tentang pendirian Uskup Roma atau Paus sebagai otoritas tertinggi dalam sejarah Katolik. Sebagian kalangan memperkirakan bahwa, pada awalnya, tidak ada satu pun uskup tunggal yang memimpin Katolik sebelum abad ke-2 M.
Sebagian ahli sejarah lainnya berpendapat bahwa penggantian Uskup Roma sudah ada sebelumnya. Diyakini, Paus pertama adalah Petrus, rasul dan salah satu murid Yesus yang berpindah ke Roma. Kepausan yang ada saat ini diyakini merupakan pewaris Sang Santo.
Kala itu, ajaran Kekristenan tidak mudah diterima di lingkungan Kekaisaran Romawi pada tiga abad pertama Masehi. Akan tetapi, Petrus, bersama Paulus, mengajarkan ajaran Yesus dan memiliki banyak pengikut di Roma.
Penyaliban Petrus yang dilukis Luca Giordano pada abad ke-16. Sebagai salah satu murid Yesus, Petrus menyebarkan ajaran Kekristenan ke Roma dan menjadi Paus pertama dalam sejarah Keuskupan Roma.
Atas tindakan menyebarkan agama baru, Kaisar Nero menyalib keduanya. Petrus, sebagai Paus pertama, disalibkan terbalik sekitar 64 dan 68 M. Banyak dari pengikut ajaran Kekristenan yang didokumentasikan, yang pastinya mati di tangan Kekaisaran Romawi.
Nama yang sering dirujuk sejarah Katolik tentang keuskupan Roma, sebagai pewaris Petrus, adalah Linus. Nama Linus dicatut uskup Yunani Ireneus (skt. 130–skt. 202 M) dan sejarawan Kristen Hegesippus (skt. 110–skt. 180 M) dari Yerusalem.
Baca Juga: Katolik di Akhir Masa Dinasti Ming: Kala Buku Catatan Pahala-dosa Dikritik
Linus adalah salah satu pengikut Paulus. Keberadaannya didokumentasikan dalam Surat Paulus yang Kedua kepada Timotius yang ditulis antara 50–60 M. Paulus menyebut, Linus adalah yang menemaninya di Roma menjelang akhir hayatnya.
Tidak ada yang diketahui pada akhir hayat Linus. Banyak yang meyakini bahwa Linus mati syahid atas kekejaman Kekaisaran Romawi. Namun, dari dokumen sejarah seperti Martirologi Roma dan Buku Para Paus, keduanya ditulis pada abad ke-15, tidak menyebutkannya sebagai martir.
Setelah Linus, kepemimpinan Uskup Roma dilanjutkan pada Anekletus (?–92 M), Klemens I (skt. 35–skt. 98 M), Evaristus (?–108 M), dan Aleksander I (?–119 M), dan masih banyak lagi pada masa awal Kekristenan berkembang di Kekaisaran Romawi.
Banyak Paus pada periode ini yang tidak dikenal dan wafat sebagai martir—itu sebabnya masa kepemimpinannya tidak berlangsung lama seperti Paus modern.
Ketika Kekaisaran Romawi mulai terbuka pada keuskupan
Kaisar Konstantinus I (skt. 272–337 M) adalah kunci dari keterbukaan Kekaisaran Romawi terhadap ajaran Kekristenan.
Sejarah menyebutkan bahwa ketertarikan Konstantinus I terhadap ajaran Kekristenan ini terjadi pada 312, sampai akhirnya dibaptis oleh uskup Arian bernama Eusebius dari Nikomedia. Sumber Gereja Katolik dan Ortodoks Koptik justru menyebut pembaptisan itu dilakukan oleh Paus Silvester.
Meski dianggap sebagai "Kaisar Romawi Pertama yang memeluk Kristen", namun ahli sejarah meragukan kekristenan kaisar yang mungkin politis. Terlepas dari perdebatannya, keterbukaan ini membuat Uskup Roma dapat mengadakan konsili (pertemuan uskup) terbuka di Roma.
Awalnya, umat lebih memilih ibadah secara diam-diam di rumah pribadi mereka. Ketika gereja-gereja didirikan, menjadi bangunan publik yang sama menonjolnya dengan kuil-kuil pemuja dewa-dewi kuno Romawi.
Bagian dalam dari Basilika Santo Paulus di Roma. Rumah suci ini dibangun Kaisar Konstantinus I yang terbuka terhadap ajaran Kekristenan di Kekaisaran Romawi.
Beberapa gereja ini muncul dari rumah-rumah pribadi yang selama ini sering digunakan untuk beribadah, salah satunya Basilika Santo Yohanes dan Paulus di Roma.
Baca Juga: Apakah Nama Vatikan Ada Hubungannya dengan Dewi Etruska Vatika?
Kaisar Konstantinus bahkan mendirikan tiga gereja penting di Roma. Yang pertama adalah Basilika Agung Santo Yohanes Lateran yang berfungsi sebagai katedral kota di samping Istana Lateran.
Dua lainnya adalah Basilika Santo Paulus di Luar Tembok dan Basilika Kepausan Santo Petrus sebagai lokasi yang diduga makam Paulus dan Petrus. Basilika Kepausan Santo Petrus berlokasi di Vatikan hari ini.
Paus ketika kejatuhan Kekaisaran Romawi
Kejatuhan Romawi sangat berdampak pada tatanan masyarakat dan spiritual orang Eropa, terkhusus di Kota Roma. Ketika ada ancaman bangsa asing mulai mendekati Kekaisaran Romawi, Paus Ambrosius yang bertakhta dari 374 hingga 397 M, berperan penting untuk menjaga spiritualitas Kaisar.
Sampai akhirnya, Kekaisaran Romai mencium kejatuhannya ketika Visigoth merampok Roma pada 410 M. Kepausan masih bisa bertahan, namun kegusaran masih berlanjut ketika bangsa Hun yang dipimpin Attila dan bangsa Vandal yang dipimpin Gaiserik menguasai kota.
Kala itu, Paus yang bertakhta adalah Leo yang Agung (Leo I) sejak 440 M. Masa kepemimpinannya justru lebih lama dari para Paus terdahulu, 12 tahun.
Tugas Leo I cukup berat, karena harus pandai berdiplomasi dengan menghadapi dua kekuatan semasanya. Dia berhasil membujuk Attila untuk pergi dan Gaiserik membangun Roma kembali.
Untuk memperkuat spiritualitas Katolik, Leo I melarang praktik bidah yang sangat lekat dengan kebudayaan Romawi. Pada masa inilah pendefinisian ortodoksi Katolik terjadi, bersamaan penegasan fungsi Paus.
Dengan demikian, Paus punya otoritas yang sangat penting di Roma sampai beberapa abad berikutnya.
Pada masa bersejarah berikutnya, ketika takhta Paus di tangan Gregorius Agung (Gregorius I) 590–604 M, Katolik mulai mengepakkan sayap keagamaannya ke berbagai penjuru Eropa.
Banyak misionaris yang dikirim sejak 596, mulai dari Inggris, Frisia dan Jerman, dan bangsa Frank. Penyebaran agama Katolik juga semakin santer ketika berdirinya Kekaisaran Romawi Suci pada abad ke-10.
Antara Gajah, Hutan, dan Kehidupan yang Perlu Diselamatkan
TRIBUNMANADO.CO.ID - Berikut ini profil Paus Benediktus XVI.
Kabar duka menyelimuti umat Katolik di seluruh dunia.
Paus Benediktus XVI meninggal dunia pada Sabtu (31/12/2022) pukul 09.34 waktu setempat.
Dilansir dari BBC, Paus Benediktus mengembuskan napas terakhirnya pada usia 95 tahun di Biara Mater Ecclesia, Vatikan.
Kabar meninggalnya mantan pemimpin Gereja Katolik ini berembus setelah kesehatannya selama beberapa hari belakangan menurun.
Hingga beberapa waktu lalu, Paus Fransiskus sempat mengajak umat Katolik untuk mendoakan Paus Benediktus yang kondisinya makin mengkhawatirkan.
Berikut profil Benediktus, Paus pertama dalam Gereja Katolik yang mengundurkan diri dari Takhta Suci dalam kurun waktu 600 tahun terakhir.
Paus kelahiran Jerman
Paus Benediktus yang bernama asli Joseph Ratzinger ini lahir di Jerman pada 16 April 1927.
Dikutip dari situs resmi Vatikan, ia berasal dari ayah yang berprofesi sebagai polisi dan keluarganya adalah petani tradisional.
Paus Benediktus sempat menghabiskan masa mudanya di sebuah kota kecil yang berada di perbatasan Austria bernama Traunstein.
Perjalanan spiritual Paus yang pernah memimpin lebih dari satu miliar umat Katolik di dunia ini berawal dari getirnya hidup di bawah rezim Nazi.
Ketika Hitler berkuasa, ia pernah melihat pastor di parokinya dipukul oleh pasukan tersebut sebelum Misa Kudus dirayakan.
Ia juga menyadari munculnya perselisihan yang sengit terhadap Gereja Katolik pada saat itu di Jerman.
Sekang Wikipedia, Ensiklopedia Bebas sing nganggo Basa Banyumasan: dhialek Banyumas, Purbalingga, Tegal lan Purwokerto.
Kiye daftar Paus Gereja Katolik Roma:
Daftar Paus Gereja Katolik Roma
parokirohkuduslabuanbajo.org - Paus merupakan penerus rasul Santo Petrus yang di dalam Injil ditugaskan Yesus sebagai “penjala manusia”, dan diteruskan oleh ratusan Paus lain hingga saat ini. Berikut daftar lengkap Paus Gereja Katolik sepanjang sejarah.
No Nama Masa kepausan Nama lahir
1 Paus Santo Petrus 32-64/67 (?) Simon bin Yunus
2 Paus Santo Linus 67-79 Linus
3 Paus Santo Anakletus 79-88 Anacletus
4 Paus Santo Klemens I 88-97
5 Paus Santo Evaristus 97-105 Aristus
6 Paus Santo Aleksander I 105-115 Alexander
7 Paus Santo Siktus I 115-125 Sixtus, Xystus
8 Paus Santo Telesphorus 125-136 Telesphorus
9 Paus Santo Hyginus 136-140
10 Paus Santo Pius I 140-155 Pius
11 Paus Santo Anisetus 155-166 Anicetus
12 Paus Santo Soter 166-175 Soter
13 Paus Santo Eleutherius 175-189 Eleuterus/Eleutherius
14 Paus Santo Viktor I 189-199
15 Paus Santo Zephyrinus 199-217 Zephyrinus
16 Paus Santo Kallistus I 217-222 Callixtus/Callistus
17 Paus Santo Urbanus I 222-230 Urbanus
18 Paus Santo Pontianus 230-235 Pontian
19 Paus Santo Anterus 235-236 Anterus
20 Paus Santo Fabianus 236-250 Fabianus, Flavianus
21 Paus Santo Kornelius 251-253 Kornelis
22 Paus Santo Lusius I 253-254 Lusius
23 Paus Santo Stefanus I 254-257 Stefanus
24 Paus Santo Siktus II 257-258 Siktus
25 Paus Santo Dionisius 260-268 Dionisius
26 Paus Santo Feliks I 269-274 Feliks
27 Paus Santo Eutychianus 275-283 Eutychianus
28 Paus Santo Gaius 283-296 Gaius, Caius
29 Paus Santo Marselinus 296-304 Marselinus
30 Paus Santo Marsellus I 308-309 Marsellus
31 Paus Santo Eusebius 309-310 Eusebius
32 Paus Santo Meltiades 311-314 Meltiades
33 Paus Santo Silvester I 314-335 Silvester
34 Paus Santo Markus 335-336 Markus
35 Paus Santo Julius I 337-352 Julis
36 Paus Liberius 352-366 Liberius
37 Paus Santo Damasus I 366-383 Damasus
38 Paus Santo Sirikus 384-399 Sirikus
39 Paus Santo Anastasius I 399-401 Anastasius
40 Paus Santo Innosensius I 401-417
41 Paus Santo Zosimus 417-418 Zosimus
42 Paus Santo Bonifasius I 418-422
43 Paus Santo Selestinus I 422-432 Selestinus
44 Paus Santo Siktus III 432-440
45 Paus Santo Leo I 440-461 Leo
46 Paus Santo Hilarius 461-468 Hilarius, Hilarus
47 Paus Santo Simplisius 468-483 Simplisius
48 Paus Santo Feliks III 483-492
49 Paus Santo Gelasius I 492-496 Gelasius
50 Paus Anastasius II 496-498 Anastasius
51 Paus Santo Symnakus 498-514 Symnakus
52 Paus Santo Hormidas 514-523 Hormidas
53 Paus Santo Yohanes I 523-526
54 Paus Santo Feliks IV 526-530
55 Paus Bonifasius II 530-532
56 Paus Yohanes II 533-535 Merkurius
57 Paus Santo Agapitus I 535-536
58 Paus Santo Silverius 536-537 Silverius
59 Paus Vigilius 537-555 Vigilius
60 Paus Pelagius I 556-561 Pelagius
61 Paus Yohanes III 561-574 Yohanes Katelinus
62 Paus Benediktus I 575-579 Benediktus
63 Paus Pelagius II 579-590 Pelagius
64 Paus Santo Gregorius I Agung 590-604 Gregorius
65 Paus Sabianus 604-606
66 Paus Bonifasius III 607
67 Paus Santo Bonifasius IV 608-615
68 Paus Santo Adeodatus I 615-618 Deusdeditus, putra Stefanus
69 Paus Bonifasius V 619-625
70 Paus Honorius I 625-638
71 Paus Severinus 640
72 Paus Yohanes IV 640-642
73 Paus Theodorus I 642-649
74 Paus Santo Martinus I 649-654
75 Paus Santo Eugenius I 654-657
76 Paus Santo Vitalianus 657-672
77 Paus Adeodatus II 672-676
78 Paus Donus 676-678
79 Paus Santo Agathus 678-681
80 Paus Santo Leo II 682-683
81 Paus Santo Benediktus II 684-685
82 Paus Yohanes V 685-686
83 Paus Conon 686-687
84 Paus Santo Sergius I 687-701
85 Paus Yohanes VI 701-705
86 Paus Yohanes VII 705-707
87 Paus Sisinnius 708
88 Paus Konstantinus 708-715 Konstantinus
89 Paus Santo Gregorius II 715-731
90 Paus Santo Gregorius III 731-741
91 Paus Santo Zakarias 741-752 Zakarias, putra Polikronius
92 Paus Stefanus II 752-757
93 Paus Santo Paulus I 757-767
94 Paus Stefanus III 767-772
95 Paus Adrianus I 772-795
96 Paus Santo Leo III 795-816
97 Paus Stefanus IV 816-817
98 Paus Santo Paskalis I 817-824 Paskalis Massimi, putra Bonosus
99 Paus Eugenius II 824-827
100 Paus Valentinus 827
101 Paus Gregorius IV 827-844
102 Paus Sergius II 844-847
103 Paus Santo Leo IV 847-855
104 Paus Benediktus III 855-858
105 Paus Santo Nikolas I Agung 858-867
106 Paus Adrianus II 867-872
107 Paus Yohanes VIII 872-882
108 Paus Marinus I 882-884
109 Paus Santo Adrianus III 884-885
110 Paus Stefanus V 885-891
111 Paus Formosus 891-896
112 Paus Bonifasius VI 896
113 Paus Stefanus VI 896-897
114 Paus Romanus 897
115 Paus Theodorus II 897
116 Paus Yohanes IX 898-900
117 Paus Benediktus IV 900-903
118 Paus Leo V 903
119 Paus Sergius III 904-911 Sergius
120 Paus Anastasius III 911-913 Anastasius
121 Paus Lando 913-914 Lando
122 Paus Yohanes X 914-928 Yohanes
123 Paus Leo VI 928-929 Leo
124 Paus Stefanus VII 929-931 Stefanus
125 Paus Yohanes XI 931-935 Yohanes
126 Paus Leo VII 936-939
127 Paus Stefanus VIII 939-942
128 Paus Marinus II 942-946
129 Paus Agapitus II 946-955 Agapitus
130 Paus Yohanes XII 955-963 Oktavianus
131 Paus Leo VIII 963-964
132 Paus Benediktus V 964
133 Paus Yohanes XIII 965-972 Yohanes
134 Paus Benediktus VI 973-974
135 Paus Benediktus VII 974-983
136 Paus Yohanes XIV 983-984 Peter Campenora
137 Paus Yohanes XV 985-996 Yohanes
138 Paus Gregorius V 996-999 Bruno dari Carinthia
139 Paus Silvester II 999-1003 Gerbert d’Aurillac
140 Paus Yohanes XVII 1003 Siccone
141 Paus Yohanes XVIII 1003-1009 Fasanius
142 Paus Sergius IV 1009-1012 Pietro Martino Boccapecora
143 Paus Benediktus VIII 1012-1024 Theophylactus
144 Paus Yohanes XIX 1024-1032 Romanus
145 Paus Benediktus IX 1032-1044 Theophylactus
146 Paus Silvester III 1045 Yohanes
147 Paus Benediktus IX 1045 Theophylactus
148 Paus Gregorius VI 1045-1046 Yohanes Gratianus
149 Paus Klemens II 1046-1047 Suitger, Lord Morsleben & Hornburg
150 Paus Benediktus IX 1047-1048 Theophylactus
151 Paus Damasus II 1048 Poppo
152 Paus Santo Leo IX 1049-1054 Bruno dari Eguisheim-Dagsburg
153 Paus Viktor II 1055-1057 Gebhard
154 Paus Stefanus IX 1057-1058 Frederick
155 Paus Nikolas II 1058-1061 Gerard
156 Paus Aleksander II 1061-1073 Anselmo da Baggio
157 Paus Santo Gregorius VII 1073-1085 Hildebrand
158 Paus Viktor III 1086-1087 Dauferius atau Desiderius
159 Paus Urbanus II 1088-1099 Otto diLagery
160 Paus Paskalis II 1099-1118 Raniero
161 Paus Gelasius II 1118-1119 Giovanni Caetani
162 Paus Kallistus II 1119-1124 Guido dari Burgundi
163 Paus Honorius II 1124-1130 Lamberto
164 Paus Innosensius II 1130-1143 Gregorio Papareschi
165 Paus Selestinus II 1143-1144 Guido
166 Paus Lusius II 1144-1145 Gerardo Caccianemici
167 Paus Eugenius III 1145-1153 Bernardo Paganelli di Montemagno
168 Paus Anastasius IV 1153-1154 Corrado
169 Paus Adrianus IV 1154-1159 Nicholas Breakspear
170 Paus Aleksander III 1159-1181 Rolando Bandinelli
171 Paus Lusius III 1181-1185 Ubaldo Allucingoli
172 Paus Urbanus III 1185-1187 Uberto Crivelli
173 Paus Gregorius VIII 1187 Alberto de Morra
174 Paus Klemens III 1187-1191 Paulo Scolari
175 Paus Selestinus III 1191-1198 Giacinto Bobone
176 Paus Innosensius III 1198-1216 Lotario dei Conti di Segni
177 Paus Honorius III 1216-1227 Cencio Savelli
178 Paus Gregorius IX 1227-1241 Ugolino, Count Segni
179 Paus Selestinus IV 1241 Goffredo Castiglioni
180 Paus Innosensius IV 1243-1254 Sinibaldo Fieschi
181 Paus Aleksander IV 1254-1261 Rinaldo
182 Paus Urbanus IV 1261-1264 Jacques Pantalon
183 Paus Klemens IV 1265-1268 Guy Foulques atau Guido le Gros
184 Paus Gregorius X 1271-1276 Teobaldo Visconti
185 Paus Innosensius V 1276 Peter dari Tarentaise
186 Paus Adrianus V 1276 Ottobono Fieschi
187 Paus Yohanes XXI 1276-1277 Petrus Juliani atau Petrus Hispanus
188 Paus Nikolas III 1277-1280 Giovanni Gaetano Orsini
189 Paus Martinus IV 1281-1285 Simon de Brie
190 Paus Honorius IV 1285-1287 Giacomo Savelli
191 Paus Nikolas IV 1288-1292 Girolamo Masci
192 Paus Santo Selestinus V 1294 Pietro del Murrone
193 Paus Bonifasius VIII 1294-1303 Benedetto Caetani
194 Paus Benediktus XI 1303-1304 Niccolo Boccasini
195 Paus Klemens V 1305-1314 Bertrand de Got
196 Paus Yohanes XXII 1316-1334 Jacques d’Euse
197 Paus Benediktus XII 1334-1342 Jacques Fournier
198 Paus Klemens VI 1342-1352 Pierre Roger
199 Paus Innosensius VI 1352-1362 Etienne Aubert
200 Paus Urbanus V 1362-1370 Guillaume de Grimoard
201 Paus Gregorius XI 1370-1378 Pierre Roger de Beaufort
202 Paus Urbanus VI 1378-1389 Bartolomeo Prignano
203 Paus Bonifasius IX 1389-1404 Pietro Tomacelli
204 Paus Innosensius VII 1404-1406 Cosma Migliorati
205 Paus Gregorius XII 1406-1415 Angelo Correr
206 Paus Martinus V 1417-1431 Oddone Colonna
207 Paus Eugenius IV 1431-1447 Gabriele Condulmer
208 Paus Nikolas V 1447-1455 Tommaso Parentucelli
209 Paus Kallistus III 1455-1458 Alfonso Borgia
210 Paus Pius II 1458-1464 Enea Silvio Piccolomini
211 Paus Paulus II 1464-1471 Pietro Barbo
212 Paus Siktus IV 1471-1484 Francesco della Rovere
213 Paus Innosensius VIII 1484-1492 Giovanni Battista Cibo
214 Paus Aleksander VI 1492-1503 Rodrigo Borgia
215 Paus Pius III 1503 Francesco Todeschini-Piccolomini
216 Paus Julius II 1503-1513 Giuliano della Rovere
217 Paus Leo X 1513-1521 Giovanni de’Medici
218 Paus Adrianus VI 1522-1523 Adrian Florensz
219 Paus Klemens VII 1523-1534 Giulio de’Medici
220 Paus Paulus III 1534-1549 Alessandro Farnese
221 Paus Julius III 1550-1555 Giovanni Maria Ciocchi
222 Paus Marsellus II 1555 Marcello Cervini
223 Paus Paulus IV 1555-1559 Gian Pietro Carafa
224 Paus Pius IV 1559-1565 Giovan Angelo de’Medici
225 Paus Santo Pius V 1566-1572 Antonio-Michele Ghislieri
226 Paus Gregorius XIII 1572-1585 Ugo Buoncompagni
227 Paus Siktus V 1585-1590 Felice Peretti
228 Paus Urbanus VII 1590 Giambattista Castagna
229 Paus Gregorius XIV 1590-1591 Niccolo Sfondrati
230 Paus Innosensius IX 1591 Giovanni Antonio Facchinetti
231 Paus Klemens VIII 1592-1605 Ippolito Aldobrandini
232 Paus Leo XI 1605 Alessandro de’Medici
233 Paus Paulus V 1605-1621 Camillo Borghese
234 Paus Gregorius XV 1621-1623 Alessandor Ludovisi
235 Paus Urbanus VIII 1623-1644 Maffeo Barberini
236 Paus Innosensius X 1644-1655 Giovanni Battista Pamfili
237 Paus Aleksander VII 1655-1667 Fabio Chigi
238 Paus Klemens IX 1667-1669 Giulio Rospigliosi
239 Paus Klemens X 1670-1676 Emilio Altieri
240 Paus Innosensius XI 1676-1689 Benedetto Odescalchi
241 Paus Aleksander VIII 1689-1691 Pietro Ottoboni
242 Paus Innosensius XII 1691-1700 Antonio Pignatelli
243 Paus Klemens XI 1700-1721 Giovanni Francesco Albani
244 Paus Innosensius XIII 1721-1724 Michelangelo dei Conti
245 Paus Benediktus XIII 1724-1730 Pietro Francesco-Vincenzo Maria-Orsini
246 Paus Klemens XII 1730-1740 Lorenzo Corsini
247 Paus Benediktus XIV 1740-1758 Prospero Lambertini
248 Paus Klemens XIII 1758-1769 Carlo Rezzonico
249 Paus Klemens XIV 1769-1774 Giovanni Vincenzo Antonio-Lorenzo-Ganganelli
250 Paus Pius VI 1775-1799 Giovanni Angelo Braschi
251 Paus Pius VII 1800-1823 Barnaba-Gregorio-Chiaramonti
252 Paus Leo XII 1823-1829 Annibale della Genga
253 Paus Pius VIII 1829-1830 Fracesco Saverio Castiglioni
254 Paus Gregorius XVI 1831-1846 Bartolomeo Alberto-Mauro-Cappelari
255 Paus Pius IX 1846-1878 Giovanni M. Mastai-Ferretti
256 Paus Leo XIII 1878-1903 Gioacchino Pecci
257 Paus Santo Pius X 1903-1914 Giuseppe Sarto
258 Paus Benediktus XV 1914-1922 Giacomo della Chiesa
259 Paus Pius XI 1922-1939 Achille Ratti
260 Paus Pius XII 1939-1958 Eugenio Pacelli
261 Paus Yohanes XXIII 1958-1963 Angelo Giuseppe Roncalli
262 Paus Paulus VI 1963-1978 Giovanni Battista Montini
263 Paus Yohanes Paulus I 1978 Albino Luciani
264 Paus Yohanes Paulus II 1978-2005 Karol Jozef Wojtyla
265 Paus Benediktus XVI 2005-2013 Joseph Alois Ratzinger
266 Paus Fransiskus 2013-sekarang Jorge Mario Bergoglio
Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam ajaran resmi Gereja Katolik, struktur hierarkis adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan dan misinya. Kristus mengutus para Rasul untuk menyebarkan Injil, dan misi tersebut berlangsung hingga akhir zaman. Menurut Konsili Vatikan II, para uskup menggantikan para Rasul sebagai gembala Gereja.
Hal ini menunjukkan bahwa Gereja yang dikenal sekarang berkembang dari kelompok pengikut Yesus pada masa awal, yakni Gereja para Rasul. Struktur ini mulai terbentuk pada periode antara kebangkitan Yesus dan kemartiran St. Ignatius dari Antiokhia di awal abad kedua.
Hierarki Gereja Katolik terdiri dari Paus sebagai pemimpin tertinggi, para uskup, imam, dan diakon. Paus, yang meneruskan Santo Petrus sebagai pemimpin para uskup, adalah uskup Roma dan juga memiliki peran sebagai pemimpin Gereja universal. Dilansir dari imankatolik.or.id dalam tradisi Katolik, Roma dipandang sebagai pusat dari seluruh Gereja, dan Paus dipilih oleh para kardinal yang merupakan penasihat Paus. Para uskup, yang menggantikan para Rasul, berperan sebagai pemimpin umat di wilayah mereka masing-masing dan bersama-sama membentuk dewan para uskup.
Peran uskup sangat penting dalam memimpin komunitas lokal. Selain sebagai pemimpin spiritual, mereka bertanggung jawab untuk mempersatukan umat melalui tiga tugas utama: pewartaan Injil, perayaan sakramen, dan pelayanan umat.
Untuk mendukung tugas mereka, uskup dibantu oleh imam dan diakon. Imam berperan sebagai perpanjangan tangan uskup dalam melayani jemaat lokal, sedangkan diakon memiliki fungsi pelayanan khusus, seperti membantu dalam liturgi dan kegiatan sosial.
Posisi Paus sebagai pemimpin tertinggi didasarkan pada peran Santo Petrus, yang oleh Yesus ditunjuk untuk menggembalakan Gereja. Dalam Matius 16:18-19, Yesus menyatakan bahwa Petrus adalah batu karang di atas mana Gereja akan didirikan, dan otoritas untuk "mengikat dan melepaskan" diberikan kepadanya. Oleh karena itu, suksesi apostolik dari Petrus ke Paus saat ini memberikan legitimasi hierarki Gereja Katolik modern.
Selain Paus dan uskup, kardinal juga memainkan peran penting dalam hierarki Gereja Katolik. Para kardinal, yang umumnya dipilih dari kalangan uskup di seluruh dunia, bertugas memilih Paus baru ketika Paus sebelumnya wafat.
Mereka juga berperan sebagai penasihat utama Paus dalam pengambilan keputusan penting bagi Gereja. Indonesia sendiri memiliki beberapa kardinal yang pernah mengikuti konklaf. Di antaranya adalah Kardinal Justinus Darmojuwono, yang mengikuti dua konklaf pada tahun 1978; Kardinal Julius Darmaatmadja, S.J., yang mengikuti konklaf tahun 2005; serta Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, yang diangkat pada tahun 2019 tetapi belum pernah mengikuti konklaf.
Tatanan Hierarki Gereja Katolik
Dengan struktur yang demikian jelas, hierarki Gereja Katolik tidak hanya mempertahankan warisan apostolik dari para Rasul, tetapi juga menjalankan misi Gereja untuk membimbing umat melalui pengajaran, sakramen, dan pelayanan yang berkesinambungan. Struktur ini memastikan bahwa Gereja Katolik tetap berfungsi sebagai komunitas global yang dipimpin oleh Paus dan para uskup, sesuai dengan tradisi yang telah diwariskan selama berabad-abad.
CNBC INDONESIA RESEARCH[email protected]
Belakangan, profil Paus Fransiskus sedang menjadi perhatian masyarakat Indonesia. Sebab, Kepala Gereja Katolik Roma ini akan berkunjung ke Tanah Air pada 3-6 September 2024.
Dilansir detikNews, Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo, menjelaskan bahwa kedatangan Paus dipicu oleh kekaguman Vatikan dan negara-negara Eropa terhadap keberagaman dan persatuan Indonesia. Vatikan sangat menghargai Indonesia dan ingin memahami bagaimana negara yang begitu beragam bisa bersatu.
Selain itu, Vatikan tertarik mempelajari Islam Indonesia yang dianggap toleran dan berbeda dari negara-negara lain. Paus juga ingin menemui umat Katolik di Indonesia, yang jumlahnya sekitar 9 juta orang, serta mengapresiasi Gereja Katolik Indonesia sebagai gereja yang hidup.
Paus Fransiskus tiba di Indonesia Selasa (3/9/2024). Pesawat yang ditumpangi Paus Fransiskus tiba di Bandara Soekarno-Hatta pukul 11.26 WIB.
Mari simak profil Paus Fransiskus yang dihimpun detikJogja dari laman Libreria Editrice Vaticana, Pope Francis in Malta, dan Biography berikut ini!